Ada banyak pendapat yang mengupas hukum tentang musik, apakah boleh atau tidak. Dalam Al-Qur’an tidak ada ayat yang melarang musik secara tegas, tetapi ada isyarat.
Allah Subhanau Wa Ta’la berfirman dalam Surat Lukman [31] ayat 6:
“Dan di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu olok-olokan. Mereka itu akan memperoleh azab yang menghinakan.”
Berdasarkan ayat ini, banyak ahli tafsir, termasuk penafsiran sahabat Ibnu Mas’ud, mengatakan perkataan yang tidak berguna (Lahwal hadits) ini maksudnya adalah nyanyian dan alat musik.
Terkait larangan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang musik, bisa kita dapatkan dalam beberapa hadits. Jika telah jelas ada larangan dari Rasulullah, maka tidak ada keraguan akan keharamannya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Sungguh benar-benar akan ada di kalangan umatku sekelompok orang yang menghalalkan zina, sutera, khamr dan alat musik.” (Sahih Al Bukhari volume 7 Book of Drinks Hadith 5590)
Hadits ini menyebutkan bahwa kelak akan ada yang menghalalkan beberapa hal. Dan kita telah tahu bahwa khamr hukumnya haram, kita sudah tahu zina itu haram. Karena alat musik disebutkan bersama-sama dengan hal-hal yang diharamkan tersebut, itu artinya Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam mengharamkannya.
Tetapi ada sebagian orang yang tetap menghalalkannya, kita tahu ada beberapa ulama kontemporer yang membolehkan. Dari hadits ini secara jelas mengatakan bahwa alat musik itu haram.
Tetapi ada hadits shahih lainnya yang membolehkan alat musik tertentu, yaitu duff (rebana).
Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menghadiri acara pernikahan, beliau datang dan berkumpul bersama para sahabatnya. Kemudian datang dua orang anak kecil perempuan yang memainkan rebana. Mereka menyebutkan kebaikan para sahabat yang telah wafat di medan jihad (dalam perang Badar), ketika salah satunya menjanjung Nabi (mengatakan bahwa Rasulullah mengetahui tentang hari esok) Rasulullah berkata: “Tinggalkanlah ucapan tersebut, ucapkan saja yang tadi kau katakan.”
(Sahih Al Bukhari volume 5 Book of Maghaazi Hadith 4001)
Dalam hadits ini Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak melarang mereka memainkan rebana.
Dalam hadits lain (Sahih Al Bukhari volume 2 Book of ‘Eidain Hadits 987), yang diberitakan oleh ‘Aisyah radhiallaahu anha, Aisyah berkata:
“Ada dua orang anak perempuan yang bermain rebana sambil bernyanyi. Ketika Abu Bakar radhiallaahu anhu melihatnya, beliau menyuruh mereka berhenti. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada Abu Bakar: “Biarkanlah mereka melakukannya, karena sesungguhnya ini adalah hari raya.”
Pada hadits yang lain (Sahih Al Tirmidhi Book of Manaaqib Hadith 3690):
Ada seseorang yang berkata kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Aku telah bernadzar kepada Allah, jika anda (Rasulullah) kembali dalam keadaan selamat, aku berjanji akan memainkan rebana.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Jika engkau bernadzar maka lakukanlah, jika belum maka jangan engkau lakukan.”
Dari semua hadits tersebut mengindikasikan bahwa alat musik secara umum haram, kecuali rebana, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membolehkannya dalam situasi tertentu.
Syaikh Utsaimin berkata: Menabuh duff pada hari-hari resepsi pernikahan itu boleh atau sunnah, jika hal itu dilakukan dalam rangka I’lanunnikah (menyiarkan pernikahan).
Menabuh duff yang dimaksud adalah alat yang dikenal dengan nama rebana, yaitu yang tertutup satu bagian saja, karena yang tertutup dua bagian (lubang)nya disebut thablu (gendang). Yang ini tidak boleh, karena tergolong alat musik, sedangkan semua alat musik hukumnya haram, kecuali ada dalil yang mengecualikannya, yaitu seperti rebana untuk pesta pernikahan.
Bagi kalangan NU hukum alat musik sudah cukup jelas di terangkan dalam Bahtsul Masail pada muktamar maupun pra-muktamar NU.
Hukumnya memainkan alat musik itu asal hukumnya boleh, kecuali alat-alat musik yang biasa dipakai untuk mengiringi perbuatan-perbuatan maksiat.
Dasar pengambilan Kitab Ihya’ Ulumuddin juz 2 halaman 282
العَارِضُ الثَّانِى فِى الآلاَتِ بِأَنْ تَكُوْنَ مِنْ شِعَارِ أهْلِ الشُّرْبِ وَالمُخَنِّثِيْنَ وَهِيَ المَزَامِيْرُ وَالأوْتَارُ وَطبْلُ الكَوْبَةِ. فَهَذِه ثَلاَثَةُ أنْوَاعٍ مَمْنُوعَةٌ. وَمَا عَدَا ذَلِكَ يَبْقَى عَلَى أَصْلِ الإِبَاحَةِ كَالدُّفِّ وَإنْ كَانَ فِيْهِ الجَلاَجِلُ.
Alasan yang kedua mengenai alat-alat musik, adalah apabila alat-alat tersebut termasuk syiar tukang mabuk dan para mukhannist (orang yang berhias menyerupai wanita untuk dilihat orang lain) seperti seruling, gitar dan kendang kecil. Ketiga macam alat ini adalah dilarang. Adapun lainnya masih tetap dalam kebolehannya seperti rebana, meskipun ada kencernya”.
Wallahu A'lam
Sumber :
(Al-Fatawa ASy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram)
https://www.nahimunkar.com/dr-zakir-naik-menjawab-pertanyaan-hukum-musik-dalam-islam/
Koleksi Bahtsul Masail yang dimiliki oleh KH. A. Masduqi Machfudh, termasuk arsip Kolom Bahtsul Masail dari majalah PWNU Jawa Timur Aula, Bahtsul Masail Wilayah (PWNU) Jawa Timur, dan Bahtsul Masail pada muktamar maupun pra-muktamar NU.
Posting Komentar Blogger Facebook
Silahkan gunakan bahasa yang baik dan santun dalam berkomentar. Komentar yang profokatif, kasar atau mengandung unsur SARA akan kami hapus. Terima Kasih