Oleh : Kurnada Jaya Nagriku
Setiap mahluk yang diciptakan di dunia ini sudah lahir bersama potensi rezekinya. Karena masih dalam bentuk potensi, maka realitasnya bisa saja rezeki itu banyak atau sedikit. Atau realitasnya rezeki itu harus didapatkan dengan berdarah-darah atau malah sebaliknya, rezeki didapatkan dengan seolah tanpa upaya yang berarti menurut sebagian kalangan.
Banyak, sedikit, berat ataupun mudah, sejatinya hanyalah persepsi. Bagi saya uang 1 milyar berarti banyak, bagi kalangan pengusaha uang 1 milyar sekedar uang jajan. Bagi saya punya mobil asal tidak kehujanan sudah sangat memuaskan bagi kalangan lainya kalau mobil tidak bermerek maka itu memalukan.
Bagi saya mengerjakan dan membuat materi pelatihan bermalam-malam sangatlah mengasyikkan, bagi sebagian orang itu terlihat seperti gegilaan. Bagi saya keluar masuk hutan mencari bahan karya seni sangatlah melelahkan bagi sebagian orang adalah tantangan yang mengasyikkan.
Begitulah berat, ringan, sedikit dan banyak itu sangatlah relatif, tergantung dari sudut pandang dan persepsi setiap orang. Itulah sebabnya Tuhan tidak meminta kita untuk mencari rezeki, Tuhan tidak minta kita untuk berfokus pada rezeki. Tuhan berfirman “ ……..Tidak kuciptakan Jin dan Manusia kecuali untuk BERIBADAH ke pada KU”.
Menurut kamus bahasa Indonesia pengertian “IBADAH” adalah perbuatan untuk menyatakan bakti kepada Allah. Bakti dalam hal ini tentu tidak hanya dalam hal menjalankan ritual keagamaan yang sifatnya personal (sholat, sembahyang, kebaktian dll), namun juga pada ritual social lingkungan atau yang lebih kita kenal dengan KONTRIBUSI.
Itu sebabnya mengapa Nabi Muhammad mengatakan “Khairunnas anfa’uhum linnas” “Sebaik-baik manusia diantaramu adalah yang paling banyak manfaat bagi orang lain”. Atau dengan kata lain orang yang paling baik adalah orang yang paling banyak kontribusinya bagi sesama. Bukan orang yang paling lama sholatnya, bukan orang yang paling jago puasanya. Mengapa ? karena Tuhan menciptakan semesta dengan sebuah mekanisme. Mekanisme yang didalamnya ada peran manusia untuk berbakti demi kemaslahatan sesama mahluk. Bukan untuk sekedar menyembahNya dalam artian sempit. Tuhan bahkan tidak memerlukan apapun dari mahluk ciptaanNya. Itu sebabnya Tuhan bersifat Qiyamuhu binafsihi…berdiri dengan sendirinya tidak mengambil manfaat apapun dari mahlukNya.
Itulah juga mengapa dalam sebuah surat Al Isra ayat 7 Tuhan menginformasikan bahwa “Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat, maka (kejahatan) itu bagi dirimu sendiri,……………..”.
Baik dan buruk, resonansinya akan kembali pada manusia itu sendiri bukan pada Tuhan. Baik vibrasinya maka resonansi yang dihasilkan juga baik, sebaliknya buruk vibrasinya maka resonansi yang dihasilkan juga buruk.
Rezeki adalah energi. Ia sangat terpengaruh oleh vibrasi dan resonansi. Kemelekatan pada rezeki berdampak pada kasarnya vibrasi dan rendahnya energy, sebaliknya ketidak melekatan pada rezeki justru memicu melembutnya vibrasi dan naiknya level energy. Jadi sepertinya semakin jelas kalau kita berfokus mengejar rezeki biasanya yang terjadi justru rezeki semakin menjauh. Sebaliknya ketika kita berfokus pada kontribusi, maka rezeki malah seolah datang dengan sendirinya. Mengapa demikian ? karena hukumnya memang begitu, perintahnya adalah agar kita berkontribusi , agar kita berbakti, bukan agar kita mengejar rezeki.
Sebenarnya tanpa kita sadari gaya mekanisme semesta ini juga telah ada dalam rasa kita. Contoh, bila anda menawarkan pekerjaan pada orang yang lagi luntang lantung anda pilih mana ? pilih orang yang belum-belum sudah bilang “wani piro ?” atau pilih orang yang bilang “gajinya belakangan aja pak… yang penting saya menunjukkan kualitas kerja saya dulu, saya berterimakasih atas kesempatan ini”. Saya percaya anda pilih orang yang kedua. Kenapa ? karena anda adalah bagian dari rasa mekanisme semesta. Anda adalah semesta kecil yang parallel dengan dengan semesta besar. Anda menyukai orang yang menunjukkan kontribusi bukan yang mengejar rezeki.
Rezeki Adalah Faktor Ikutan Kontribusi
Dengan berfokus pada kontribusi, kita jadi tidak melekat pada hasil. Vibrasi kita lembut dengan energy tinggi, karena saat focus pada kontribusi yang kita pikirkan adalah melakukan yang terbaik yang bisa kita lakukan. Kita menanggalkan ego kita, menanggalkan kepentingan kita akan hasil. Saat berfokus pada kontribusi tanpa kita sadari kita meninggalkan zona “force” menuju zona “power”.
Kalau kita bicara kontribusi maka tidak bisa tidak kita bicara tentang pekerjaan, tentang profesi tentang bidang yang kita geluti masing-masing. Dan…. saat kita sudah bicara tentang profesi tentang pekerjaan maka duduknya bukan lagi pada apa keahlian kita, apa kehebatan kita, apa yang bisa kita hasilkan ?. Jika pertanyaan itu yang masih berusaha kita jawab berarti kita masih duduk di kelas mengejar rezeki.
Namun jika anda sudah mulai berusaha menjawab pertanyaan seperti : kualitas apa yang bisa ku persembahkan melalui pekerjaan ini ?. Ahlak apa yang akan ku tempelkan pada profesi ini ?. Karakter apa yang akan melekat pada setiap gerak dan langkahku saat melakukan pekerjaan ini ?. Maka anda sudah naik ke level Kontribusi. Tanpa diminta rezeki akan mengikuti anda dimanapun anda berada. Ini karena anda tidak tunduk pada rezeki. Anda tunduk pada kontribusi. Anda tunduk pada berbakti. Anda tunduk pada Tuhan. Dan sebagai balasanya mekanisme yang dibuat oleh Tuhan akan bekerja dan berkontribusi demi melayani anda.
#spiritualmagnetrezeki
Posting Komentar Blogger Facebook
Silahkan gunakan bahasa yang baik dan santun dalam berkomentar. Komentar yang profokatif, kasar atau mengandung unsur SARA akan kami hapus. Terima Kasih