Muktamar Tikus
Oleh : azis anwar fachrudin
Segerombolan tikus merasa khawatir dengan nasib survival mereka. Setiap akan berburu makanan, selalu diketahui si kucing. Lalu ada saja minimal satu anggota mereka yang termangsa.
Masalahnya, para tikus selalu terlambat mengetahui keberadaan si kucing yang mengendap-ngendap mengintai mereka. Maka komunitas tikus segera menyelenggarakan muktamar untuk membahas masalah ini.
Setelah berlarut-larut debat, berteriak-teriak mengajukan solusi dan beradu argumentasi, muncullah usulan yang dianggap terbaik. Si tikus yang paling alim dengan penuh percaya diri maju, “Usul, Komendan, menurut saya si kucing harus dikalungi klinthingan!”
Argumentasi ia lumayan bagus: ketika kucing bergerak, tentu klinthing itu akan berbunyi. Maka para tikus bisa segera tahu, sehingga tidak terlambat kabur.
“Ide bagus!” kata tikus pemimpin muktamar, “Okelah kalau begitu, sekarang siapa yang akan kita beri tanggung jawab untuk mengemban amanah mulia ini?”
Ruangan muktamar tiba-tiba hening. Tikus-tikus yang tadi berteriak tak mampu berucap. Terlebih si tikus teralim; ia kini tak mampu bicara. Ternyata, tikus-tikus itu tak pernah mengenal ungkapan “sapa usul kudu mikul.” Para tikus masih dihegemoni tradisi pakewuh, sebab sudah naturalnya, konstruk relasi tikus-kucing adalah bottom-up: antara mangsa dan pemangsa. Itu tembok tradisi yang sampai kini pun para tikus belum berani menerobosnya.
kisahnya bagus kak.. ^_^ btw kalo ingin menulis kisah2 seperti itu, referensi ceritanya darimana ya kak. aku butuh tulisan ini untuk mengisi media kami yg masih bayi. mohon sarannya kak ^_^
BalasHapus