0
Beberapa hari yang lalu saya temukan sebuah tayangan di youtube yang menyatakan bahwa bumi itu datar, dia bilang, ini sesuai al-Qur’an dan hadis. Apakah tuduhan itu benar? Mari kita bahas.

Logika Yang Salah Tentang Datarnya Bumi

Sebagai contoh pada surat Al-Hijr ayat 19 dikatakan "Dan Kami telah menghamparkan bumi dan menjadikan padanya gunung-gunung dan Kami tumbuhkan padanya segala sesuatu menurut ukuran".

Sebagian orang yang percaya bahwa bumi itu datar mengatakan beberapa ayat di dalam Al-Quran bahwa bumi itu datar, salah satunya berdasarkan ayat tersebut. Apakah semudah itu kita mengartikan kata hamparan sebagai datar secara mutlak?

Allah telah menghamparkan bumi. Disitu tidak dikatakan bagian yang dihamparkan adalah bagian bumi tertentu, tetapi yang terhampar adalah bumi secara mutlak.

Sehingga dengan demikian, jika kita berada di suatu tempat di bagian manapun dari pada bumi. (selatan, barat, utara, dan timur), maka kita akan melihat bahwa bumi itu datar saja. seolah-olah hamparan di hadapan kita.

Kemudian jika kita berjalan dan terus berjalan dengan mengikuti satu arah yang tetap, maka bumi itu akan terus menerus kita dapati "terhampar di hadapan kita" sampai suatu saat kita kembali ke tempat semula saat awal berjalan.

Hal ini telah jelas membuktikan bahwa justru bumi itu bulat adanya. Sebaliknya, jika saja bumi itu berbentuk kubus, misalnya, maka pasti hamparan itu suatu saat akan terpotong, dan kita akan menuruni suatu bagian yang dianamakan bumi menjurang, atau bumi menurun, tidak lagi terhampar. karena Allah yang menjadikan bumi yang bulat memiliki dataran yang terhampar luas.

Penelitian dan pengalaman manusia telah membuktikan bahwa perjalanan yang dilakukan secara terus menerus ke satu arah tertentu tidak pernah menemukan ujung dunia yang terpotong, melainkan terus menerus yang ditemukan hanyalah hamparan demi hamparan di tanah yang dilalui, untuk kemudian perjalanan itu berakhir pada tempat semula saat perjalanan pertama dimulai. Hal ini tidak mungkin dapat terjadi jika saja bumi itu tidak bulat keberadaannya.

Perhatikan Gambaran Bumi Dalam Ayat Lainnya:

waal-ardha ba’da dzaalika dahaahaa [79:30]
Dan bumi sesudah itu dihamparkan-Nya.

Terjemahan bahasa Indonesia kembali menyaakan kata ini dengan ‘Hamparan’.

Lalu ketika Al-Qur’an menyebut kata ‘al-ardha‘ atau ‘al-ardhi‘ yang diterjemahkan menjadi ‘bumi’, bisa juga merujuk kepada ‘permukaan bumi’ atau lapisan bumi paling luar tempat kita berpijak, lihat ayat ini :

walakum fii al-ardhi mustaqarrun wamataa’un ilaa hiinin [2:36] 
Dan bagi kamu ada tempat kediaman di bumi, dan kesenangan hidup sampai waktu yang ditentukan.”

Kata Farsya

Kata ‘farsya’ juga diartikan sebagian para ulama dengan ‘alas’ atau ‘tunggangan’. Sebagian ulama tafsir mengartikan sebagai ‘yang disembelih’, dalam hal ini adalah terkait dengan kambing, domba dan sapi (lihat Tafsir Al-Mishbah – Quraish Shihab). Ini menjelaskan bahwa hewan yang diembelih tersebut bisa dimanfaatkan, misalnya kulitnya sebagai alas untuk tempat duduk.

wamina al-an’aami hamuulatan wafarsyan [6:142] 
Dan di antara hewan ternak itu ada yang dijadikan untuk pengangkutan dan ada yang untuk disembelih.

Ini dijelaskan dalam ayat Al-Qur’an yang lain :

waallaahu ja’ala lakum min buyuutikum sakanan waja’ala lakum min juluudi al-an’aami buyuutan tastakhiffuunahaa yawma zha’nikum wayawma iqaamatikum wamin ashwaafihaa wa-awbaarihaa wa-asy’aarihaa atsaatsan wamataa’an ilaa hiinin [16:80]

Dan Allah menjadikan bagimu rumah-rumahmu sebagai tempat tinggal dan Dia menjadikan bagi kamu rumah-rumah (kemah-kemah) dari kulit binatang ternak yang kamu merasa ringan (membawa)nya di waktu kamu berjalan dan waktu kamu bermukim dan (dijadikan-Nya pula) dari bulu domba, bulu onta dan bulu kambing, alat-alat rumah tangga dan perhiasan (yang kamu pakai) sampai waktu (tertentu).

Maka lagi-lagi kata ‘farasy’ dalam ayat tersebut tidak mengandung unsur ‘datar’ melainkan ‘alas tempat duduk’. Tentu saja suatu yang dihamparkan/digelar/dibentangkan akan membentuk sesuai tempat dimana dia dihamparkan, hamparan akan berbentuk melengkung kalau dasar tempatnya juga melengkung, hamparan akan berbentuk datar kalau dasar tempatnya juga datar..
Kata tersebut juga dipakai dalam ayat lain :

muttaki-iina ‘alaa furusyin bathaa-inuhaa min istabraqin wajanaa aljannatayni daanin [55:54]
Mereka bertelekan di atas permadani yang sebelah dalamnya dari sutera. Dan buah-buahan di kedua syurga itu dapat (dipetik) dari dekat.

wafurusyin marfuu’atinv [56:34] 
dan kasur-kasur yang tebal lagi empuk.

Ayat tersebut juga tidak menyinggung tentang suatu bidang yang datar, tapi mengenai suatu benda yang ‘dibentangkan‘ untuk tempat duduk-duduk atau istirahat.

Dialah Yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezeki untukmu; karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui.

alladzii ja’ala lakumu al-ardha firaasyan [2:22] 
Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu

Farasya = ‘fa-ra-syin

Kata tersebut berasal dari kata ‘farasya’ yang berarti : to spread out, extend, stretch forth, furnish = menghampar, mempunyai kata turunan : furusy (berbentuk jamak, bentuk tunggalnya :firasy).

Kata ‘firasy’ berarti : hamparan yang biasanya digunakan untuk duduk atau berbaring. Dari situ kata tersebut juga bisa diartikan : permadani, kasur atau ranjang. Dalam kalimat ini tidak ada kaitan sesuatu yang terhampar dengan ‘datar’.

Ketahuilah wahai saudaraku seiman, bahwa bumi yang kita tempati ini berbentuk bulat menurut kesepakatan para ulama.

Ijma para ulama bahwa bumi itu bulat. 

Terdapat lebih dari satu keterangan ijma’ (kesepakatan ulama) bahwa bumi itu bulat. Diantaranya,
Keterangan Syaikhul Islam, yang beliau nukil dari Abul Husain Ibnu al-Munadi.
Syiakhul Islam mengatakan,

وقال الإمام أبو الحسين أحمد بن جعفر بن المنادي من أعيان العلماء المشهورين بمعرفة الآثار والتصانيف الكبار في فنون العلوم الدينية من الطبقة الثانية من أصحاب أحمد : لا خلاف بين العلماء أن السماء على مثال الكرة …قال : وكذلك أجمعوا على أن الأرض بجميع حركاتها من البر والبحر مثل الكرة

Imam Abul Husain Ahmad bin Ja’far al-Munadi, – termasuk ulama  yang masyhur dengan ilmu atsar dan karya-karya besar dalam berbagai cabang ilmu agama, termasuk generasi kedua  di kalangan ulama hambali, beliau mengatakan,

“Tidak ada perbedaan di kalangan ulama bahwa langit itu seperti bola… demikian pula mereka sepakat bahwa bumi dan semua gerakannya, baik darat maupun lautan, seperti bola.” (Majmu’ al-Fatawa, 25/195)

Syaikhul Islam juga mengatakan,

السموات مستديرة عند علماء المسلمين ، وقد حكى إجماع المسلمين على ذلك غير واحد من العلماء أئمة الإسلام : مثل أبي الحسين أحمد بن جعفر بن المنادي …، وحكى الإجماع على ذلك الإمام أبو محمد بن حزم وأبو الفرج بن الجوزي ، وروى العلماء ذلك بالأسانيد المعروفة عن الصحابة والتابعين

Galaxi tata surya itu melingkar menurut ulama kaum muslimin. Ada beberapa ulama yang menegaskan ijma’ (sepakat) dalam masalah ini. seperti Abul Husain Ahmad bin Ja’far bin al-Munadi… demikian pula yang menegaskan ijma’ tentang hal ini adalah Imam Abu Muhammad  Ibnu Hazm, dan Abul Faraj Ibnul Jauzi. Dan para ulama meriwayatkan hal itu dari para sahabta dan tabi’in dengan sanad yang makruf. (Majmu’ al-Fatawa, 6/586)

Imam Ibnu Utsaimin mengatakan,

الأرض كروية بدلالة القرآن ، والواقع ، وكلام أهل العلم

Bumi itu bulat berdasarkan dalil dari al-Quran, realita dan keterangan para ulama.
Selanjutnya Imam Ibnu Utsaimin menyebutkan beberapa dalil berserta penjelasannya, diantaranya,
Firman Allah,

يُكَوِّرُ اللَّيْلَ عَلَى النَّهَارِ وَيُكَوِّرُ النَّهَارَ عَلَى اللَّيْلِ

“Dia melingkupkan malam atas siang dan melingkupkan siang atas malam.” (QS. az-Zumar: 5)
Selanjutnya, beliau menjelaskan,

والتكوير جعل الشيء كالكور ، مثل كور العمامة ، ومن المعلوم أن الليل والنهار يتعاقبان على الأرض ، وهذا يقتضي أن تكون الأرض كروية

At-Takwir (melingkupkan) maknanya menjadikan sesuatu seperti lingkaran, seperti lingkaran penutup kepala (imamah). Dan kita ketahui bahwa siang dan malam silih berganti di bumi ini. ini membuktikan bahwa bumi itu bulat. (Fatawa Nur ‘ala ad-Darb).


Memang secara tekstual, bunyi ayat-ayat yang ada di dalam Al-Quran  mengatakan bahwa bumi ini terhampar, seumpama firasy, karpet, atau tempat tidur. lalu kita katakan bahwa bumi ini berbentuk datar berdasarkan Al-Quran yang mulia ini.

Namun, apakah sesederhana itu sajakah memahamkan ayat Al-Qur’an? Apakah memahamkan al-Qur’an yang agung cukup secara tekstual saja, kemudian mengabaikan arti kontekstualnya?

Kalau demikian, jika Al-Qur’an hanya difahamkan secara tekstual saja, maka pasti akan hilanglah kehebatan dan keagungan Al-Qur’an itu.

Padahal ada banyak ayat suci Al-Qur’an dan hadis yang mendudukkan derajat orang-orang berpengetahuan berada beberapa tingkat di atas orang awam.

Dalam hal ini, pemahaman kontekstual jelas memerlukan daya nalar yang lebih tinggi dibandingkan sekedar pemahaman tekstual saja. Dengan demikian, pantaslah kiranya jika Allah dalam Al-Qur’an dan Nabi dalam banyak hadis beliau, memuji dan menyatakan bahwa orang yang berilmu pengetahuan, yang memakai akal dan nalar, memiliki derajat yang tinggi jauh berbeda dengan orang awam.

Allahu a’lam





Referensi :
https://konsultasisyariah.com/28092-bumi-itu-bulat.html
http://www.lampuislam.org/2013/09/menjawab-tuduhan-bahwa-al-quran.html

Posting Komentar Blogger

Silahkan gunakan bahasa yang baik dan santun dalam berkomentar. Komentar yang profokatif, kasar atau mengandung unsur SARA akan kami hapus. Terima Kasih

 
Top