Oleh : KH. Luthfi Bashori
Berbicara tentang rokok, rasanya tak akan ada habis-habisnya, seperti juga lancarnya peredaran rokok yang tampaknya tidak akan pernah surut dari masa ke masa. Baik itu di kalangan masyarakat sadar hukum, sadar kesehatan, terpelajar, agamis, apalagi di kalangan masyarakat awwam.
Merokok, menjadi tradisi turun temurun di negeri berpenduduk muslim terbesar ini. Sangat ironis memang, namun kenyataan itu tidak dapat dipungkiri oleh siapapun, baik yang pro rokok maupun yang kontra.
Rasanya, di mana ada kerumunan massa, akan susah dicari cela bebas asap rokok yang benar-benar bersih. Kecuali pada tempat-tempat tertentu memang terkadang dapat disetting sebagai ruangan bebas asap rokok atas kesadaran pemilik tempat itu.
Hanya saja begitu ada pecandu rokok yang keluar dari ruang tersebut, maka akan sesegera mungkin berusaha mengganti waktu yang tersita untuk tidak merokok di ruang tadi, maka dengan enaknya si pecandu ini mengepulkan asap rokok lagi di tempat-tempat umum.
Di ruang pribadi seperti kamar tidur, ruang tamu, ruang keluarga, bagasi, bahkan di kamar mandi dan WC pun sering kali dijadikan tempat yang enjoy untuk merokok. Asbak dan putung rokok, ibarat pemandangan *wajib* yang sulit dihindari di rumah-rumah penduduk negeri ini.
Sejatinya, rokok tidak saja merugikan kesehatan bagi pecandunya, namun juga berbahaya bagi orang lain yang menjadi korban alias perokok pasif, yaitu seseorang yang berada di lingkungan berasap rokok sedangkan dirinya bukan penghisap rokok.
Pengakuan jujur yang tertera pada bungkus rokok adalah bukti otentik jika rokok itu sangat merusak kesehatan: MEROKOK DAPAT MENYEBABKAN KANKER, SERANGAN JANTUNG IMPOTENSI DAN GANGGUAN KEHAMILAN JANIN.
Belum lagi dari segi ekonomis, maka merokok adalah sebuah pemborosan bagi pecandunya. Perilaku ini jelas-jelas buruk dan mubadzdzir yang tidak mendidik bagi seorang muslim untuk dapat berlaku bijak. Karena orang yang berbuat mubadzdzir itu konon termasuk kawan-kawannya setan.
Coba dihitung, seorang perokok yang anggap saja sehari merokok 3 batang dengan harga @ Rp. 1000,- ini sama halnya dengan pemborosan 3 x Rp. 1000 = Rp 3000,- jika dikali sebulan maka pengeluarnya Rp. 90.000,- jika dikali setahun akan mengeluarkan Rp 1.080.000 hanya untuk rokok yang tidak bermanfaat itu.
Jika uang pemborosan rokok itu disumbangkan untuk pembangunan tempat-tempat pendidikan Islam, maka dari 100 orang perokok saja sudah dapat menyumbang Rp 108.000.000,- pertahun, padahal para pecandu rokok jumlahnya jutaan orang di kalangan umat Islam.
Andaikata hal ini dapat dilaksanakan, maka betapa potensinya nilai peningkatan pendidikan Islam di negeri ini. Dengan demikian maka kualitas penerus bangsa yang berakhlaq islami nan agamis akan semakin banyak, yang kelak diharapkan dapat mengelola negeri ini dengan baik, sehingga bangsa Indonesia ke depan dapat menjadi negeri yang baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur.
Posting Komentar Blogger Facebook
Silahkan gunakan bahasa yang baik dan santun dalam berkomentar. Komentar yang profokatif, kasar atau mengandung unsur SARA akan kami hapus. Terima Kasih