Pernah pada sore hari, seorang sahabat datang bertamu ke rumah. Dengan isyarat yang sama kami berdiskusi sampai larut malam, mulai dari masalah skripsi yang ga kelar-kelar hingga masalah jodoh pun kami bahas.
Ditengah perbincangan kami di larut malam, kadang kami bumbuhi dengan canda tawa. Ntah apa yang kami rasa waktu itu, serasa mulut kami berbuih jika menyoal urusan dunia, kami benar-benar asyik membicarakannya.
Sesekali kami berusaha mengalihkan pembicaraan kami pada soalan agama, mulai dari hafalan, fiqih, masalah khilafiah.
Saat itu, Kami sadar apa yang dibicarakan bukan hanya soal dunia saja, kami juga bicara soal akhirat. Tapi mungkin posrinya agak banyak keduniawiannya. Astagfirullah.
Ini soal kegiatan kami, baru-baru ini kami aktif di salah satu usaha pembinaan umat, dan singkatnya terjadi ikhtilat antara anggota dengan anggotanya, secara bahasa terjangkit VMJ, virus merah jambu. Kami takut kalau-kalau selama ini kegiatan yang kami lakukan tidak berlandaskan karena ke ikhlasan, tapi karena seseorang. Jikalah demikian tentulah sia-sia amalan kami selama ini.
Jika disandingkan dengan hamba dunia, maka dalam kasus ini bisa dikategorikan sebagai hamba pujian atau riya. Jika amalan kita ibarat benteng kokoh yang kita bangun, riya seperti saat bangunannya tanpa sengaja dan terasa kita robohkan dengan buldoser, hancurlah seketika.
Ini penting kawan, kenapa saya tulis tulisan ini untuk jadi pelajaran dan renungan kita semua agar tidak terjerumus dalam riya yang halus tapi mematikan. Ia bisa menggugurkan pahala kebaikan kita.
Padahal jika kita mau pujian di sisi Allah, tentulah lebih baik ketimbang pujian dari makhluk.
Musti kita ingat bahwa kehidupan dunia ini hanya sebentar, istilahnya transit sebentar di terminal yang namanya dunia. namanya juga terminal sebagus apapun pasti orang bakal pulang juga bener ga ?.
Salah satu perenungan yang musti kita pahami adalah realitas dunia. Banyak ulama yang mengibaratkan betapa tidak berharganya dunia, salah satu yang paling favorite adalah dari Imam Ghazali Rahimahullah.
Imam Ghazali Rahimahullah menceritakan, dunia seperti orang yang sedang bepergian ke dalam hutan.
Kemudian ia dikejar oleh seekor singa hingga menceburkan diri ke sebuah sumur.
Di sumur ia dapat memegangi seutas tali. Dan di dasar sumur itu ada duri-duri yang sangat tajam.
Ia tidak memanjat tali ke atas karena tahu ada singa yang siap menerkam. Ia juga tidak mau melepaskan pegangannya karena tau di bawahnya banyak duri2 nan tajam. Tali yang dijadikannya tumpuan juga mulai digerogoti tikus hitam dan putih. Tinggal menunggu jatuhnya saja.
Ditengah sumur ada sarang lebah penuh terisi madu, Ia lantas mecicipinya. Dengan kenikmatan madu yang ia rasa. ia pun akhirnya lupa bahwa ada singa di atas, duri tajam di bawah, dan kedua tikus yang menggrogoti talinya.
Itulah dunia, yang menjadikan kita lupa akan singa yang mengintai kita = itulah kematian, yang senantiasa mengintai kita.
Siang dan malam yang senantiasa menggrogoti tiap harinya, adalah jatah umur kita, itulah kedua tikus yang mengerogoti talinya. .
Dan alam kubur siapapun pasti jatuh kedalamnya, itulah duri tajam yang ada di bawahnya. Bagi calon penghuni syurga maka alam kubur akan penuh dengan gambaran kenikmatan sedangkan bagi calon penghuni neraka maka digambarkan kengerian di dalamnya.
Jika kita tahu dunia itu sementara dan akhirat selamanya, mudah mudahan kita senantiasa menjadi hamba Allah yang seutuhnya, bukan hamba dunia pujian atau harta. Mari kita beribadah kepada Allah dengan ikhlas dan benar menurut tuntunan Sunnah. Dan do'akan kami dan yang menulis ini gar terhindar dari penyakit hati, dan ikhkas dalam segala perbuatannya. Aamiin.
Wallahu 'alam
Posting Komentar Blogger Facebook
Silahkan gunakan bahasa yang baik dan santun dalam berkomentar. Komentar yang profokatif, kasar atau mengandung unsur SARA akan kami hapus. Terima Kasih